Oleh: Departemen Riset & Pengembangan, Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Ahli Gizi Indonesia (DPP PERSAGI)
Sebagai organisasi profesi ahli gizi, Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) merintis kontribusi terhadap percepatan penurunan stunting melalui keterlibatan dalam the South East Asian Nutrition Survey (SEANUTS), yakni studi gizi terhadap anak balita, usia prasekolah dan usia sekolah pada empat negara di Asia Tenggara (Malaysia, Thailand, Vietnam, Indonesia). Kelompok Studi SEANUTS terdiri dari Universiti Kebangsaan Malaysia; Institute of Nutrition, Mahidol University Thailand; National Institute of Nutrition (NIN) Vietnam; serta PERSAGI di Indonesia. Setiap negara merekrut partisipan anak umur 0,5-12 tahun dengan metode multistage cluster randomised atau stratified random sampling. Data yang dikumpulkan meliputi data pengukuran status kesehatan anak, pertumbuhan dan komposisi tubuh, aktivitas fisik, densitas tulang, perkembangan dan kognisi; data penilaian status gizi melalui kuesioner, konsumsi dan kebiasaan pangan anak, serta data pengukuran status biokimia darah dan urine (vitamin A, vitamin D, zat besi, DHA) pada level subpopulasi. Diinisiasi tahun 2009 oleh perusahaan pangan multinasional FrieslandCampina, pengumpulan data SEANUTS selesai pada tahun 2011 dengan total partisipan sebanyak 16.744 anak; terbanyak dari Indonesia (7.211).[1]
Antara tahun 2013 dan 2019, tidak kurang dari 25 artikel hasil SEANUTS telah dipublikasi, khususnya di jurnal internasional. Hasil SEANUTS mengungkapkan bahwa stunting adalah masalah utama pada anak balita di Indonesia. Untuk kelompok baduta (bawah usia dua tahun), prevalensi stunting di perkotaan lebih tinggi pada anak perempuan (25,9%) dibandingkan laki-laki (22,7%). Sedangkan, prevalensi stunting pada baduta di perdesaan lebih tinggi di laki-laki (30,5%) dibandingkan perempuan (27,4%).
Begitu pula pada anak umur 2-5 tahun. Di perkotaan, prevalensi stunting lebih tinggi pada anak perempuan (29,1%) daripada laki-laki (27,9%) sedangkan di perdesaan prevalensi stunting lebih tinggi pada laki-laki (49,2%) dibandingkan perempuan (45,5%). Umumnya, asupan energi, karbohidrat, protein, dan kalsium anak baduta laki-laki lebih besar daripada perempuan. Meskipun, perbedaannya cukup kecil, terutama untuk protein.[2]
Selain itu, melalui DPC Kabupaten Sumedang, PERSAGI turut berperan dalam percepatan perbaikan gizi masyarakat pada masa pandemi. Inisiasi yang dilakukan PERSAGI DPC Sumedang dalam intervensi stunting antara lain advokasi kebijakan dengan audiensi, penyampaian policy brief dan nota kebijakan kepada bupati, berkontribusi terhadap penyusunan regulasi yang terintegrasi, membangun komunikasi dengan program-program lintas OPD dan Ormas, menjadi narasumber bimtek konvergensi stunting di desa-desa lokus prioritas serta melakukan pendampingan program ”Serbu Desa” Bidang Kesehatan yang diselenggarakan Badan Amil Zakat Kabupaten Sumedang.
Program “Serbu Desa” yang dilaksanakan di Desa Nagarawangi, Kecamatan Rancakalong terdiri dari beragam kegiatan, seperti: orientasi konvergensi stunting untuk multisektor, peningkatan kapasitas manajemen penyelenggaraan PMT lokal dan pemantauan pertumbuhan anak, pendampingan penyelenggaraan PMT lokal 60 hari bagi anak balita stunting, pemantauan pendampingan PMBA penerima PMT lokal oleh kader posyandu, orientasi parenting kesehatan dan gizi bagi pendidik PAUD, serta pemberian paket gizi seimbang untuk calon pengantin, ibu hamil KEK, dan balita stunting.
Referensi:
- Schaafsma A et al. Design of the South East Asian Nutrition Survey (SEANUTS): a four-country multistage cluster design study. British Journal of Nutrition 2013 Sep; 110 Suppl 3: S2-S10.
- Sandjaja et al. Food consumption and nutritional and biochemical status of 0.5-12-year-old Indonesian children: the SEANUTS study. British Journal of Nutrition 2013 Sep; 110 Suppl 3: S11-S20.