Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin di bawah dari nilai standar rujukan.1 Hemoglobin merupakan senyawa protein yang berperan penting dalam membawa oksigen ke seluruh tubuh. Salah satu penyebab paling umum dari anemia adalah kekurangan zat besi, yang diperkirakan mencapai sekitar 50% dari semua kasus anemia.2 Kondisi anemia yang disebabkan oleh kurangnya asupan zat besi seringkali dikenal dengan istilah anemia gizi besi.
Kondisi anemia dapat terjadi pada semua fase dalam daur kehidupan. Adapun salah satu kelompok yang berisiko tinggi untuk mengalami anemia adalah kelompok remaja (usia 10-19 tahun).3 Masa remaja merupakan salah satu periode terjadinya percepatan pertumbuhan dan perkembangan yang menyebabkan peningkatan kebutuhan akan zat besi dalam tubuh.4 Pada remaja putri, zat besi juga dibutuhkan untuk menggantikan zat besi selama masa menstruasi. Selain itu, pernikahan usia dini dan kehamilan remaja menjadi faktor lain yang meningkatkan risiko anemia khususnya pada remaja putri.5
Anemia pada remaja berdampak negatif pada pertumbuhan, perkembangan, kemampuan kognitif dan konsentrasi belajar, serta meningkatkan kerentanan terhadap penyakit infeksi.6 Sementara itu, anemia pada remaja putri yang mengalami kehamilan dikaitkan dengan meningkatnya risiko kelahiran prematur, bayi dengan berat badan lahir rendah, kematian ibu dan bayi baru lahir.7,8
Kondisi anemia pada remaja indonesia saat ini
Berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun 2007, 2013 dan 2018 terlihat adanya tren peningkatan prevalensi anemia pada remaja.9-11 Pada tahun 2018, terdapat 32% remaja di Indonesia yang mengalami anemia.11 Hal ini berarti bahwa terdapat kurang lebih 7.5 juta remaja Indonesia yang berisiko untuk mengalami hambatan dalam tumbuh kembang, kemampuan kognitif dan rentan terhadap penyakit infeksi.
Sumber: diolah dari Riskesdas 2007, 2013 dan 2018
Salah satu intervensi yang dilakukan dalam upaya menurunkan prevalensi anemia pada remaja adalah suplementasi zat besi dan asam folat melalui pemberian tablet tambah darah (TTD). Pada tahun 2018, terdapat 76.2% remaja putri yang mendapatkan tablet tambah darah dalam 12 bulan terakhir, Namun, hanya sebanyak 2,13% diantaranya yang mengkonsumsi TTD sesuai anjuran (sebanyak ≥52 butir dalam satu tahun).11
Secara umum, remaja putri mendapatkan TTD dari dua sumber utama yaitu fasilitas kesehatan dan sekolah.11 Pada saat ini, kondisi pandemi Covid-19 menjadi suatu tantangan besar dalam upaya distribusi TTD. Pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial skala besar (PSBB) membatasi kegiatan belajar mengajar secara tatap muka dan mengakibatkan tutupnya sekolah. Implikasinya, proses distribusi TTD yang sebagian besar dilaksanakan di sekolah menjadi terhambat. Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat menunjukkan terdapat penurunan yang siginifikan pada persentase remaja putri yang mendapatkan TTD pada tahun 2020.12
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2020
Terdapat beberapa upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan cakupan pemberian TTD pada remaja putri diantaranya dengan adanya petunjuk teknis pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan selama pandemi yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan. Selain itu, terdapat beberapa program inovasi di daerah yang dilaksanakan oleh mitra pembangunan dan CSO (civil society organization). Salah satunya adalah program Aksi Bergizi yang dilaksanakan oleh UNICEF dan Nutrition International. Ke depannya, diperlukan berbagai upaya inovatif dan strategis serta penguatan kolaborasi dengan semua pemangku kepentingan dalam upaya pencegahan anemia pada remaja di Indonesia terutama pada masa pandemi ini. Mari kita wujudkan remaja Indonesia sehat dan bebas anemia!
Referensi
- World Health Organization. 2017. Nutritional Anaemias: Tools for Effective Prevention and Control. Geneva: World Health Organization.
- Stevens GA, Finucane MM, De‐Regil LM, Paciorek CJ, Flaxman SR, Branca F, et al. 2013. Global, regional, and national trends in haemoglobin concentration and prevalence of total and severe anaemia in children and pregnant and non‐pregnant women for 1995‐2011: a systematic analysis of population‐representative data. Lancet Global Health;1(1):e16‐25,
- Kassebaum NJ, Jasrasaria R, Naghavi M, Wulf SK, Johns N, Lozano R, et al. 2014. A systematic analysis of global anemia burden from 1990 to 2010. Blood;123(5):615‐
- FAO/WHO. 2002. Human vitamin and mineral requirements. Report of joint FAO/WHO consultation: Bangkok, Thailand.
- Passi S, Vir S. 2000. Functional consequences of nutritional anaemia in school age children. In: Nutritional Anaemia. Usha Ramakrishnan. Ed. Florida: CRC Press.
- Pasricha SR, Low M, Thompson J, Farrell A, De-Regil LM. 2014. Iron supplementation benefits physical performance in women of reproductive age: a systematic review and meta-analysis. J Nutr; 144(6):906–14.
- Georgieff MK. 2020. Iron deficiency in pregnancy. Am J Obstet Gynecol;14 March: S0002-9378(20)30328-8.
- Juul SE, Derman RJ, Auerbach M. 2019. Perinatal iron deficiency: implications for mothers and infants. Neonatology;115(3):269–74.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
- Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2020. Komitmen dan Kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi NTB dalam pemberian TTD bagi Remaja Putri pada Masa Pandemi Covid-19 disampaikan pada Webinar Pentingnya Koordinasi Multisektor Program Gizi remaja Di Masa Pandemi Covid-19.
Penulis: Novi Anggraeni (Data Analyst, Sekretariat Percepatan Penurunan Stunting Kementerian PPN/Bappenas)
Editor: Tim Knowledge Platform SUN Indonesia, Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian PPN/ Bappenas